Revolusi Angkatan Bersenjata & Partai Komunis (PKI dan AURI II)

D.N. Aidit (1964)


Sumber: Revolusi, Angkatan Bersenjata & Partai Komunis (PKI dan AURI) II. Jajasan "Pembaruan" , Djakarta, 1964. Scan PDF Booklet.


Sekedar Pengantar

Untuk kedua kalinya, pada tanggal 17 Maret 1964, Menko/ Wakil Ketua MPRS dan Ketua CC PKI D.N. Aidit telah memberikan ceramah di hadapan para perwira AURI – kali ini di hadapan para mahasiswa Sekolah Staf Komando AURI (SESKOAU), Jakarta

Ceramah yang diberi judul Pembangunan PKI dan Revolusi Indonesia dengan seizin penceramahnya dibukukan dengan nama Revolusi Angkatan Bersenjata & Partai Komunis.

Semoga penerbitan ini bisa sekedar memberikan sumbangan untuk lebih memperkuat tradisi persatuan yang sudah lama ada antara PKI dan Angkatan Bersenjata umumnya dan AURI khususnya guna menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 45 dan untuk melaksanakan Tri-program Pemerintah yaitu : a. Sandang pangan; b. pengganyangan”Malaysia”, dan c. meneruskan pembangunan

Penerbit

Jakarta, Juni 1964

 

-----

 

Saya menyambut baik dan menyatakan terima kasih atas undangan yang diberikan kepada saya baik sebagai Ketua Committe Central Partai Komunis Indonesia maupun sebagai Wakil Ketua MPRS untuk memberikan ceramah di hadapan para perwira Sekolah Staf Komando AURI (SESKOAU). Ceramah saya hari ini bukan ceramah untuk pertama kalinya di hadapan para perwira Angkatan Udara Republik Indonesia.

Pada tanggal 5 April tahun 1963 saya telah memberi ceramah kepada para perwira AURI yang ketika itu saya beri judul : Manipol-Usdek bukan hanya tidak bertentangan, bahkan sesuai dengan Marxisme.

Tidak berlebihan kalau saya katakan bahwa saling mengerti dan persatuan makin hari makin bertambah erat antara setiap Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, termasuk AURI, dengan berbagai golongan Rakyat Indonesia, termasuk kaum Komunis. Tradisi persatuan sudah dimulai sejak berkobarnya Revolusi Agustus 1945 dan kemudian semua orang revolusioner berusaha keras untuk mengembangkannya.

Sekarang sudah tidak dirasakan janggal lagi bahwa pemimpin Komunis berbicara menguraikan pendiriannya di hadapan perwira-perwira Angkatan Bersenjata RI. Sebaliknya yang janggal ialah anggapan yang mengira bahwa yang wajar ini sebagai suatu kejanggalan. Memang, yang lapuk selamanya menentang yang baru, tetapi tentangan itu tidak menghentikan perkembangan yang baru. Sebaliknya mempercepat proses pembusukan dari yang lama dan reaksioner itu sendiri

Ceramah kali ini saya beri judul: Pembangunan PKI dan Revolusi Indonesia. Sesuai dengan permintaan dalam surat Saudara-saudara, ceramah ini akan mencakup berbagai masalah seperti masalah sejarah PKI, hubungan PKI dengan program bersama Manipol dan tugas-tugas urgen PKI. Sudah tentu, mengingat sempitnya waktu, saya akan membatasi diri pada beberapa soal yang pokok dan penting saja.

Seperti yang sudah saja tegaskan baik dalam ceramah saya di SESKOAD (29 Juni 1963 maupun di SESKOAL (16 Juli 1963), satu-satunya cara yang tepat di dalam membahas segala soal politik dan sosial haruslah dalam hubungan dengan Revolusi Indonesia. Juga dalam usaha memahami PKI tidaklah bisa tepat apabila tidak dihubungkan dengan Revolusi Indonesia. PKI dan Revolusi Indonesia adalah dwitunggal yang tak dapat pisahkan. Semakin kita memahami PKI, semakin jelas dan menyeluruh pengertian kita tentang Revolusi Indonesia. Demikian pula, semakin kita memahami Revolusi Indonesia, semakin terang dan mendalam pengertian kita tentang PKI. Lagi pula hanya dengan demikian orang bisa terhindar dari segala macam penyakit phobi-phobian, termasuk Komunisto-phobi, dan bisa dengan teguh menjadi peserta aktif dalam Revolusi Indonesia. Ceramah ini saya bagi dalam dua bagian: Yang pertama : Tentang Soal-soal Pembangunan PKI, dan yang kedua, Tentang Soal-soal Revolusi Indonesia

I. TENTANG SOAL-SOAL PEMBANGUNAN PKI

Sebagaimana halnya dengan partai-partai revolusioner lainnya, PKI adalah sudah merupakan alat revolusi sebelum Revolusi Agustus 1945 pecah, sebelum kita mempunyai alat-alat revolusi lainnya seperti yang kita kenal sekarang ini. Walaupun para hadirin bukan anggota PKI, tetapi saya dengan segala senang hati memenuhi permintaan Saudara-saudara menguraikan tentang pembangunan PKI. Tiap warga negara Indonesia berhak mengetahui segala sesuatu tentang PKI, karena PKI adalah juga milik nasion, dan bukan hanya milik kaum Komunis Indonesia.

PKI adalah Partai kelas buruh Indonesia, Partai kaum Marxis Indonesia, yang didirikan pada tgl. 23 Mei 1920, sebagai perkembangan lebih lanjut dari ISDV ( Indische Sociaal Democratische Vereneging atau PSDH-Perhimpunan Sosial Demokratis Hindia) yaitu organisasi kaum Marxis yang pertama di Indonesia yang berdiri dalam tahun 1914. Lahirnya PKI bukanlah gejala kebetulan tetapi gejala obyektif. PKI lahir dalam zaman imperialisme yang melahirkan kelas buruh di Indonesia, PKI lahir sesudah ada serikat buruh-serikat buruh di Indonesia, lebih-lebih sesudah ada ISDV, dan sesudah dunia terbelah menjadi dua kubu, kubu sosialis dan kubu kapitalis dengan menangnya Revolusi Sosialis di Rusia tahun 1917. Ia merupakan produk yang wajar dari perkembangan perjuangan kelas di tanah air kita, dari perkembangan sejarah masyarakat kita. 0leh karenanya kaum Komunis Indonesia sering mengatakan bahwa PKI adalah anak zaman yang lahir pada waktunya.

Di waktu-waktu yang lalu ada orang-orang yang suka memfitnah bahwa PKI adalah “barang impor" atau “tidak asli". Pandangan sedemikian bukan hanya tidak benar menurut kenyataan sejarah, tapi juga sama sekali tidak ilmiah. Kalau secara obyektif dan ilmiah kelas borjuis kecil dan borjuis nasional Indonesia memerlukan adanya partai-partai politik guna memperjuangkan kepentingan-kepentingan politiknya, maka adalah juga obyektif dan ilmiah jika kelas buruh Indonesia memerlukan PKI untuk memelopori perjuangan bagi kepentingan-kepentingan politiknya. Dapatlah kita bayangkan betapa terbelakangnya gerakan buruh dan gerakan Rakyat pekerja Indonesia seandainya tidak ada PKI yang memelopori gerakan ini.

PKI termasuk partai politik yang tertua di antara 10 partai politik yang ada dan sah sekarang ini. Sudah sejak lahirnya PKI selalu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gerakan kemerdekaan nasional, dan selalu mengintegrasikan diri dengan gerakan Rakyat Indonesia. Apakah yang demikian itu “barang impor"? Tidak, PKI adalah anak kandung daripada tingkat tertentu perkembangan sejarah Indonesia. Ini adalah kenyataan betapapun disangkal, ia tetap kenyataan. Ketika kaum Komunisto-phobi yang kita kenal sekarang ini masih ingusan dan mungkin di antaranya ada yang sedang asyik menyembah pemerintah kolonial, atau mungkin belum lagi lahir, PKI sudah berjuang mati-matian melawan kolonialisme untuk Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Ajaran Marxisme-Leninisme yang menjadi pedoman PKI adalah universal. Sebagaimana semua ajaran universal ia bisa mendapat tempat di manapun di dunia ini. Tetapi sebagaimana pula halnya dengan ajaran universal lainnya, ia hanya bisa berakar di sesuatu negeri jika ia mengintegrasikan diri dengan penduduk negeri itu. Dalam hal ini, mengenai PKI seujung rambut pun tidak bisa diragukan. Bukan hanya dengan kelas buruh tetapi juga dengan massa kaum tani dan Rakyat pekerja lainnya, dan bahkan dengan seluruh nasion, PKI sudah dan sedang mengintegrasikan dirinya. Dalam rangka pengintegrasian ini, PKI sudah dan sedang dengan berhasil meng-Indonesiakan Marxisme-Leninisme, mewujudkan kebenaran universal Marxisme-Leninisme menjadi kebenaran kongkrit dan kenyataan kongkrit di Indonesia.

Perkembangan PKI hingga kini, pada pokoknya dapat dibagi dalam 4 Periode sbb:

Periode I : periode pembentukan dan perjuangan melawan teror putih pertama (1920-1926)

Periode II: periode perjuangan di bawah tanah dan front anti-fasis (1926 — 1945)

Periode III: periode Revolusi Agustus 1945 dan perjuangan melawan teror putih kedua (1945-1951).

Periode IV : periode front nasional dan pembangunan Partai (1951 — sampai sekarang )

Saya tidak bermaksud untuk menguraikan perkembangan PKI periode demi periode, tapi hanya akan menyebut beberapa soal penting. Selama Partai masih dalam masa kanak-kanak, Partai belum dapat memahami keadaan masyarakat Indonesia dan soal dari Revolusi Indonesia , dan juga belum dapat menarik pelajaran dari pengalaman-pengalamannya sendiri. Maka itu ketika Agustus 1945 pecah, PKI masih belum berhasil mendorong revolusi mencapai kemenangan penuh. Tetapi sesudah PKI menginjak jadi dewasa sejak pembangunannya kembali dalam tahun 1951, dan terutama sekali sejak Kongres Nasional Ke-V, PKI dalam bulan Maret tahun 1954, maka PKI berkat pandangannya yang tepat sudah mulai mengenal sifat masyarakat Indonesia dan dapat memecahkan secara tepat soal pokok Revolusi Indonesia serta mulai menyimpulkan pengalamannya tentang front nasional, perjuangan revolusioner bersenjata dan pembangunan Partai. Tahun 1951 telah menjadi titik balik bagi kehidupan PKI. Sejak itu PKI telah dibangun kembali berdasarkan Konstitusi baru dan berdasarkan gerakan perluasan organisasi dan anggota, yang disertai dengan pendidikan tentang Marxisme-Leninisme dan tentang soal-soal pokok Revolusi Indonesia.

Kecuali periode pembangunan Partai, periode sekarang ini bagi PKI adalah juga periode pembangunan front nasional.

1) MENGENAL FRONT NASIONAL

Sejarah gerakan kemerdekaan nasional Indonesia sendiri telah menunjukkan tentang mutlak perlunya persatuan nasional atau front nasional. PKI yakin, bahwa salah satu faktor yang menentukan akan kemenangan perjuangan pembebasan nasional Indonesia yaitu adanya persatuan nasional revolusioner. Maka itu PKI dengan gairah menyambut tulisan Bung Karno Dalam tahun 1926 dengan judul”Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” yang dimuat sebagai tulisan pertama dalam buku “Di bawah Bendera Revolusi" di mana ditekankan tentang perlunya persatuan antara kaum Nasionalis, kaum Agama, khususnya Islam, dan kaum Marxis. Tahun 1926 tidak hanya telah dikenal sebagai tahun Pemberontakan Nasional bulan November 1926, tapi juga sebagai tahun dirumuskan ide kegotong-royongan dari 3 aliran besar di Indonesia, yaitu aliran-aliran politik Nasionalis, Islam dan Marxis, embrio gagasan Nasakom. Kalau mau tahu akar sejarah Panca Sila, inilah permulaannya !

Ide gotong-royong yang menyatu padukan 3 aliran politik yang besar itu terus menjiwai gerakan kemerdekaan nasional. Hal ini tidak hanya terbukti dalam perjuangan anti-fasis yang dipelopori oleh Garindo (Gerakan Rakyat Indonesia) menjelang perang dunia kedua, tapi juga selama pendudukan Jepang. Juga dalam masa perang dunia kedua dan masa bekerja di bawah tanah, perjuangan bangsa kita telah berdasarkan persatuan nasional yang berporoskan Nasakom.

Hal ini nampak dengan jelas pada waktu Bung Karno mengusulkan ide Panca Sila sebagai alat pemersatu bangsa dan dasar daripada Republik Indonesia. Tentang inti Gotong royong ini dikatakan oleh Bung Karno sbb. : “Jikalau saja peras lima menjadi tiga dan yang tiga menjadi satu maka dapatlah satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotong-royong! Alangkah hebatnya Negara gotong-royong 1" (Tubapi, hal.29)

Gotong-royong yang menjadi perasan dari Panca Sila adalah terang gotong-royong berporoskan Nasakom, karena Panca Sila itu sendiri adalah alat yang mempersatukan 3 aliran besar, yaitu aliran Nasionalis, Islam dan Marxis sebagaimana yang dinyatakan Bung Karno dalam tahun 1926 atau 3 aliran besar seperti yang kita kenal sekarang, yaitu Nasionalis, Agama dan Komunis. Jika golongan Nasionalis dalam Panca Sila terutama diwakili oleh Sila Kebangsaan, golongan Agama terutama diwakili oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa,maka golongan Komunis terutama oleh Sila Keadilan Sosial atau Sosialisme.

Tetapi, seperti sering dikemukakan oleh Presiden Sukarno “Pancasila adalah alat pemersatu! Pancasila bukan alat pemecah-belah! Dengan Panca Sila kita juga mempersatukan tiga aliran besar yang bernama Nasakom itu. Jadi jangan mempergunakan Panca Sila untuk mengadu domba antara kita dengan kita. Jangan mempergunakan Panca Sila untuk memecah-belah Nasakom, mempertentangkan kaum Nasionalis dengan kaum Agama, kaum Agama dengan kaum Komunis, kaum Nasionalis dengan kaum Komunis". (Re_sopim).

Kaum Komunis Indonesia menyatakan dengan tegas ... siapa setuju Pancasila harus setuju Nasakom, dan sebaliknya siapa setuju Nasakom harus setuju Panca Sila". (Laporan Politik kepada Sidang Pleno 11 CC PKI).

Maka itu kalau ada tindakan-tindakan yang berusaha memreteli Panca Sila seenaknya sendiri, menurut selera sendiri–sendiri, seperti perbuatan “orang yang  kepalanya sinting", untuk meminjam kata Bung Karno, maka tindakan demikian adalah kontra revolusioner dan harus ditentang dan ditindak !

Pengalaman menunjukkan, bahwa jika kita setia pada UUD 1945, termasuk juga setia pada Panca Sila, maka ajaran gotong royong yang berporoskan Nasakom bisa dipertahankan, diperjuangkan dan dilaksanakan. Tapi jika kita meninggalkan UUD 1945, dan mengkhianati Panca Sila termasuk mengkhianati kegotong-royongan nasional yang berporoskan Nasakom, maka persatuan nasional bisa pecah dan daya juang Rakyat anti imperialis dan anti-feodal untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Indonesia menjadi dapat patahkan. Dalam sejarah gerakan revolusioner hal ini dibuktikan oleh Peristiwa Madiun tahun 1948, yang diciptakan oleh kaum imperialis dan partai pembantunya, ketika itu Masyumi dan PSI, yang didalangi oleh Hatta, Natsir, Syahrir dan antek-anteknya yang telah lama meninggalkan UUD 1945, meninggalkan kegotong royongan nasional, dan berusaha dengan melakukan pukulan-pukulan terhadap kaum Komunis dan gerakan revolusioner umumnya, untuk memudahkan kompromi. Sedangkan kaum nasionalis dan kaum agama yang jujur tidak diuntungkan oleh Peristiwa Madiun tersebut. Perlu saya tegaskan, bahwa jika seandainya ketika itu UUD 1945 berlaku sebagaimana mestinya, terutama sekali jika kekuasaan penuh ada dalam tangan Presiden Sukarno, Peristiwa Madiun tidak akan terjadi.

Sejak kita kembali ke UUD 1945 dalam tahun 1959 dan sejak Manipol menjadi Garis Besar Haluan Negara RI, maka terdapat dasar yang lebih kokoh bagi perkembangan persatuan nasional. PKI akan terus bergiat memperluas front persatuan nasional baik lewat Front Nasional, lewat kegiatan-kegiatan persatuan nasional berporoskan Nasakom, maupun lewat pengokohan persekutuan buruh dan tani, yaitu basis dari front persatuan nasional atau sebagaimana dikatakan Presiden Sukarno: soko guru Revolusi Indonesia.

Kaum Komunisto-phobi sering sok-tahu dan memfitnah: bahwa kaum Komunis yang berfilsafat materialis tidak mungkin menerima Panca Sila, karena sebagai materialis, kata mereka, tidak mungkin menerima sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pertama: kaum Komunisto-phobi itu berusaha memreteli Panca Sila dengan hanya mengambil satu sila saja, yaitu sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Padahal kalau dibiarkan setiap golongan memreteli Panca Sila, ia bukan lagi alat pemersatu. Kaum Komunis menentang pemretelan atau pemisahan sila-sila Pancasila harus diterima sebagai kesatuan, dan hanya jika demikian. la tidak bisa lain daripada alat pemersatu. Mengingat sila Ketuhanan Y.M.E. dalam Pancasila, kaum Komunis Indonesia secara sukarela menerima ketentuan bahwa berdasarkan Panca Sila tidak boleh dilakukan propaganda anti-agama di Indonesia. Di pihak lain, berdasarkan 4 sila lainnya sudah selayaknya pula pihak kaum agama menerima ketentuan bahwa berdasarkan Panca Sila di Indonesia tidak boleh dilakukan paksaan beragama.

Kedua: Kaum Komunis, yang berfilsafat materialis, berpandangan dunia yang bertitik tolak dari kenyataan obyektif, tidak dari pikiran atau ide subyektif. Tidak bisa dimungkiri bahwa lima sila dari Panca Sila itu mencerminkan kenyataan-kenyataan obyektif mencakup kepentingan-kepentingan semua golongan Rakyat Indonesia, seperti sila Ketuhanan Yang Maha Esa atau monotheisme, sila Perikemanusiaan atau Internasionalisme, sila Kebangsaan atau Nasionalisme/Patriotisme, sila Kerakyatan atau Demokrasi dan sila Keadilan Sosial atau Sosialisme. Dalam proses sejarah gerakan nasional di Indonesia sila-sila ini mencerminkan kenyataan obyektif dan yang secara keseluruhannya sebagai kesatuan harus diterima dan dijadikan alat pemersatu dalam perjuangan revolusioner. Maka itu kaum Komunis yang berfilsafat materialis, yang bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan objektif, bisa menerima dan memperjuangkannya dengan gigih sebagai alat pemersatu kekuatan-kekuatan nasional yang revolusioner.

2) MENGENAL PEMBANGUNAN PKI

Berbicara tentang pembangunan PKI tidak bisa terlepas dari kemajuan-kemajuan front persatuan nasional Pembangunan Partai dan front persatuan nasional erat berhubungan satu sama lain dan saling mempengaruhi kemajuannya, lebih-lebih setelah PKI mempunyai Konstitusi yang tepat sejak tahun 1951 dan program yang tepat yang disahkan oleh Kongres Nasional V PKI tahun 1954 dan terus-menerus disempurnakan sesuai dengan perkembangan keadaan.

PKI telah berkembang dalam perjuangan melaksanakan programnya yang konsekuen anti-imperialis dan anti-feodal yang senantiasa disertai dengan gerakan-gerakan , baik gerakan tentang perluasan anggota maupun gerakan pendidikan Marxisme Leninisme dalam Partai. Salah satu pengalaman penting dalam pembangunan PKI ialah pengalaman bekerja dengan Plan, yang sejak tahun 1951 telah menjadi kebiasaan dalam cara kerja Partai. Pengalaman kami nenunjukkan bahwa bekerja dengan Plan bukan hanya mungkin, tapi juga harus, bekerja dengan Plan menjauhkan kita dari cara kerja spontan dan menjamin kesiapsediaan Partai melaksanakan tugas-tugasnya. Plan menjamin bahwa kita selalu melakukan pekerjaan sehari hari dan membikin aktivitet. Partai tidak mungkin terhenti oleh sebab-sebab apapun. Pada waktu di daerah-daerah meletus pemberontakan kontra-revolusioner “PRRI-Permesta” dalam tahun 1958, banyak orang komunis yang ditangkap dan dibunuh, seperti di Sumatera Barat, tapi organisasi PKI tidak patah,ia melakukan perlawanan yang gigih terhadap kaum pemberontak bersama dengan alat-alat negara dan meneruskan pembangunan partai dengan ber-Plan .

PKI telah menjelaskan dua kali Plan yang berjangka panjang yaitu Plan Tiga Tahun pertama mengenai Organisasi dan Pendidikan ( 1956 – 1959) dan Plan tiga Tahun kedua mengenai Pendidikan dan Organisasi (1960-1963). Pendidikan partai telah dilakukan dari tingkat Central sampai ke organisasi-organsiasi basis, sedangkan pendidikan itu digabungkan dengan tugas-tugas partai pada masa-masa tertentu serta dengan tugas-tugas penelitian (research). PKI menekankan bahwa pembangunan organisasi adalah penting, tapi pembangunan ideologi adalah lebih penting lagi. Di semua tingkat Sekolah Partai diberikan pendidikan tentang prinsip-prinsip fundamental Marxisme-Leninisme terutama lewat mata pelajaran Materialisme Dialetik dan Histori (MDH) dan Ekonomi Politik Marxis ( EPM) yang bertujuan untuk membentuk dan memperkokoh pendirian, pandangan dan metode kelas buruh, memperkuat ideologi kelas buruh. Di samping MDH dan EPM, pada semua tingkat sekolah Partai diberi pelajaran tentang Gerakan Buruh Internasional(GBI) yang bertujuan mempertebal pendidikan patriotisme revolusioner dan internasionalisme sosialis. Mata pelajaran yang paling pokok ialah tentang Soal-soal Revolusi Indonesia (SRI) yang sesuai dengan Manipol. Semua mata pelajaran adalah untuk membantu memahami secara tepat Soal-Soal Revolusi Indonesia, agar dapat dengan lebih baik mengabdi pada Revolusi Indonesia. Hasil terbesar dari pembangunan Partai hingga kini adalah Kebulatan pikiran Marxisme–Leninisme di kalangan kaum komunis Indonesia. Kebulatan pikiran itu tidak hanya mengenai soal-soal revolusi Indonesia, tetapi juga mengenai semua politik dan kebijaksanaan yang dijalankan oleh CC, mengenai soal-soal politik dalam negeri dan soal-soal luar negeri, termasuk soal-soal Gerakan Komunis Internasional.

PKI telah menjadi Partai Marxis-Leninis yang beranggotakan lebih dari dua setengah juta , dan merupakan Partai Komunis yang terbesar di luar kubu sosialis, Partai komunis nomor tiga besarnya di seluruh dunia, salah satu partai besar di dalam negeri, sudah tersebar di seluruh negeri serta terkonsolidasi di bidang politik, organisasi dan ideologi. Pada umumnya para anggota PKI kini telah terdidik dalam pandangan, pendirian, metode dan semangat Marxis- Leninis. Dengan pimpinan kaum Komunis Indonesia dan lebih dari 7 juta kaum tani di dalam Organisasi Massa Tani Revolusioner (BTI).

Dengan demikian pada pokoknya PKI telah berhasil meng-Indonesia-kan Marxisme-Leninisme yang pada hakekatnya mengintegrasikan PKI yang Marxis-Leninis dengan kaum tani. Sejak Agustus 1963 PKI sedang melaksanakan Plan empat tahun mengenai Kebudayaan, Ideologi dan Organisasi, yang mencakup tugas-tugas yang mendesak di bidang-bidang tsb. bagi pembangunan Partai dan tentu akan memberi pengaruh yang besar bagi kemajuan gerakan revolusioner di Indonesia

Demikianlah dengan singkat tentang soal-soal pembangunan PKI, yang sesuai dengan permintaan dengan segala senang hati telah saya uraikan. Jika ingin lebih tahu banyak tentang pembangunan PKI, para Saudara saya persilahkan mempelajari dokumen-dokumen PKI. Jika dibanding dengan partai politik lain, PKI adalah Partai yang paling banyak mengeluarkan dokumen yang menerangkan kehidupan internnya. Ini tidak bisa lain, karena PKI di samping Partai kader, adalah Partai massa oleh karena itu segala sesuatu harus cepat diketahui oleh massa anggota yang luas dengan jalan mengumumkannya.

II. TENTANG SOAL-SOAL REVOLUSI INDONESIA

Revolusi Agustus 1943, meskipun merupakan revolusi yang tuntutan-tuntutannya belum selesai, telah memberi pelajaran-pelajaran penting kepada Rakyat Indonesia telah menunjukkan bahwa adalah sangat penting bagi kita untuk mengenal baik sifat masyarakat Indonesia agar mengenal baik pula soal-soal pokok revolusi Indonesia, yaitu sasaran-sasaran revolusi, tugas-tugas revolusi, kekuatan-kekuatan revolusi dan kekuatan- pendorong revolusi, sifat revolusi dan perspektif atau hari depan revolusi Indonesia. Begitu banyak pelajaran yang diberikannya. Sungguh benarlah ucapan Lenin, bahwa “setiap bulan dari masa sedemikian adalah sama dengan seluruh tahun perkembangan ‘damai’, konstitusional".

Revolusi Agustus '45 juga' memberi petunjuk tentang mutlak perlunya front persatuan nasional yang berbasiskan persekutuan buruh dan tani dan yang dipelopori oleh kelas buruh, tentang mutlak perlunya Partai Marxis-Leninis, yaitu yang erat berhubungan dengan massa, tersebar di seluruh negeri dan terkonsolidasi di lapangan organisasi politik dan ideologi, dan bahwa dalam revolusi perjuangan bersenjata Rakyat adalah bentuk perjuangan yang terpenting dalam mengalahkan imperialisme dan kaum kontra-revolusioner.

Salah satu pelajaran yang terpenting dari revolusi Agustus ialah bahwa jika revolusi nasional dan demokratis di Indonesia hendak mencapai kemenangan, maka PKI harus mampu memadukan kebenaran umum Marxisme-Leninisme dengan praktek kongkrit revolusi Indonesia, PKI harus meng-Indonesia-kan Marxisme-Leninisme. Proses meng-Indonesia-kan Marxisme-Leninisme sudah berjalan sejak PKI berdiri (1920), dan bahkan sejak ISDV (1914), tetapi pemahkotaannya baru dalam tahun 1954 (Kongres Nasional ke-V PKI ) dan proses ini masih berjalan terus.

Dengan meng-Indonesia-kan Marxisme-Leninisme, kelas buruh dan Rakyat pekerja Indonesia mendapat senjata ampuh di tangan dalam perjuangannya untuk Indonesia yang merdeka penuh dan demokratis melawan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme sebagai landasan untuk menuju ke Sosialisme.

Dalam bukunya “The National-Liberation Movement in the East", W.I. Lenin juga pernah menekankan di hadapan para Komunis negeri-negeri Timur, bahwa mereka dengan bersandarkan teori dan praktek umum Komunisme ,harus menyesuaikan pada syarat-syarat khusus yang tidak ada di negeri-negeri Eropa dan harus cakap menerapkan teori dan praktek itu pada syarat-syarat di mana jumlah yang sangat terbanyak dan penduduk adalah kaum tani. “Kaum Komunis di negeri-negeri Timur, demikian Lenin selanjutnya, harus “menerjemahkan ajaran Komunis yang sejati ... ke dalam bahasa tiap-tiap Rakyat". Ini tidak mempunyai arti lain, kecuali bahwa kaum Komunis Indonesia harus meng-Indonesia-kan Marxisme-Leninisme.

1) TENTANG SIFAT MASYARAKAT INDONESIA DAN SOAL-SOAL POKOK REVOLUSI INDONESIA

Memahami sifat masyarakat Indonesia berarti memahami kenyataan-kenyataan obyektif mengenai susunan ekonomi, politik dan kebudayaan negeri kita. Meskipun Republik Indonesia sudah berumur hampir 19 tahun, ada Kabinet Kerja susunan baru, ada MPRS dan DPRGR yang berporoskan serta dengan pimpinan Nasakom, ada Angkatan Bersenjata yang anti-imperialis, kita senantiasa bisa mempersoalkan apakah dalam politik RI sudah sepenuhnya berdaulat, apakah dalam ekonomi RI sudah sepenuhnya berdiri di atas kaki sendiri, apakah dalam kebudayaan RI sudah sepenuhnya berkepribadian nasional.

Tidak bisa dibantah kenyataan- kenyataan di bidang ekonomi di Indonesia menunjukkan bahwa kaum imperialis terutama Amerika Serikat masih bercokol di tanah air kita, masih menguasai kehidupan ekonomi kita, terutama di bidang perminyakan. Dengan mencengkeramnya kapital monopoli AS dalam bentuk lama, terutama di bidang perminyakan, maupun dalam bentuk baru seperti penyalahgunaan prinsip-prinsip “production sharing", terselenggaranya “joint venture" dsb., mereka menguras kekayaan alam kita, memeras tenaga kerja Rakyat kita dan mempertahankan Indonesia sebagai sumber bahan mentah dan sebagai pasar bagi barang dagangan imperialis, yang kesemuanya ini menghambat perkembangan ekonomi Indonesia dan membikin ekonomi Indonesia menjadi sangat tergantung pada sistem dunia kapitalis. Pada tahun 1952 penanaman modal AS ditaksir berjumlah $ 350 juta. Kemudian ditambah dengan penanaman modal AS di perusahaan-perusahaan minyak bumi (meliputi Shell, Stanvac, Caltex) tak kurang dari $ 171 juta, dan apa yang disebut “bantuan ekonomi” AS sejumlah $639 juta ( keterangan Duta Besar AS , H. Jones), merupakan bentuk neo-kolonialisme AS di bidang ekonomi. Selanjutnya sekarang sudah diketahui umum bahwa peraturan-peraturan “26 Mei 1963” yang bertentangan dan bahkan terang-terangan menyabotase Dekon sebagai akibat politik reaksioner dari unsur-unsur anti-Rakyat dalam Kabinet Kerja susunan lama, akibat politik tunduk pada ”program stabilisasi ekonomi” ala Amerika Serikat, menurut keterangan WPM I Dr. Subandrio di muka DPRGR pada tanggal 11 Desember 1963, telah “ dikeluarkan dengan harapan akan bantuan dari luar negeri beberapa ratus juta dolar”. Di samping itu kekurangajaran kaum imperialis AS untuk terus menggrogoti ekonomi Indonesia dan mengancam kedaulatan RI, a.l. dengan memasukkan Armada ke –VII AS ke daerah perairan Samudera Indonesia, dan campur tangan Imperialis AS dalam perjuangan Indonesia mengganyang “Malaysia” membenarkan pendirian kita, bahwa imperialisme AS menggantikan imperialis Belanda sebagai musuh nomor satu dan paling berbahaya dari rakyat Indonesia.

Di samping imperialisme yang mengangkangi kehidupan ekonomi Indonesia berlangsung Pula kegiatan kaum kapitalis birokrat dan borjuasi komprador yang langsung merusak ekonomi sektor negara dan sektor swasta nasional patriotik. Merekalah OKB-OKB (Orang Kaya Baru), dan OKM-OKM (Orang Kaya Mendadak) yang tampil sebagai penghisap-penghisap besar di kota-kota dengan agen dan kaki tangan-kaki tangannya di desa-desa.

Sedangkan kenyataan di desa-desa menunjukkan bahwa hubungan agraris di samping pengaruh imperialis yang menguasai perkebunan (karet, tembakau, kopi, kopra, dsb.) masih terdapat hubungan-hubungan ekonomi yang bersifat feodal, dan kaum tani, terutama kaum-kaum buruh tani dan tani miskin, hidupnya dalam keadaan melarat dan tergantung pada tuan tanah feodal. Kenyataan ini disebabkan berhubung dengan masih adanya hak monopoli tuan tanah atas milik tanah yang dikerjakan kaum tani yang tak bertanah, pembayaran sewa tanah dalam ujud barang hasil panen kepada tuan tanah, adanya sistem sewa tanah dalam bentuk kerja di tanah tuan tanah dan adanya tumpukan hutang, yang menempatkan kaum tani dalam kedudukan budak terhadap tanah dan terhadap lintah darat. Jadi, sisa-sisa feodalisme tidak identik dengan sisa-sisa kaum ningrat, seperti sering disalahartikan. Penghisapan secara feodal bisa dilakukan, dan dilakukan dengan ganas, oleh seseorang tuan tanah yang setetes pun tidak mempunyai “darah ningrat”.

Meskipun aksi massa revolusioner kaum tani dan perjuangan kaum revolusioner dalam DPRGR telah menghasilkan UUPA dan UUPBH, namun pelaksanaan undang-undang tsb. mengalami banyak sabotase dan realisasinya sangat lambat atau macet sama sekali. Sebenarnya UUPA baru membatasi dan belum sampai menghapuskan sistem tuan tanah dan penghisapan feodal di desa.

Kenyataan-kenyataan di bidang-bidang ekonomi tersebut juga tercermin di bidang politik dan kebudayaan. Tidak bisa dibantah bahwa kaum imperialis dengan keras berusaha untuk campur tangan dalam urusan politik, seperti dalam politik konfrontasi dengan”Malaysia", dalam pembebasan Irian Barat, dalam penyelenggaraan Asian Games dan Ganefo, dalam politik pembangunan dsb., dsb. Di samping itu jelas, bahwa pengaruh kaum dan kaum feodal di bidang kebudayaan masih cukup besar di Indonesia, seperti terbukti dari persentase yang tinggi (sampai 90%) dari pemutaran film-film AS di Indonesia, beredarnya penerbitan-penerbitan dan lagu-lagu yang membawa pandangan, pendirian dan selera imperialis, dsb.

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tsb. dapat diambil kesimpulan bahwa sedikit masyarakat Indonesia masih belum merdeka penuh dan masih setengah-feodal. Kata-kata “belum merdeka penuh" menunjukkan bahwa di satu pihak Indonesia bukan negeri yang tidak merdeka, tetapi di pihak lain menunjukkan bahwa Rakyat Indonesia masih harus berjuang untuk merebut kemerdekaan yang penuh baik di lapangan ekonomi, politik maupun kebudayaan, untuk penyeIesaian revolusi nasional dan demokratis.

Dengan demikian menjadi jelaslah tentang soal-soal pokok revolusi Indonesia sbb.: tentang sasaran revolusi, yaitu imperialisme dan feodalisme beserta pembantu-pembantunya kaum kapitalis komprador dan kaum kapitalis birokrat, sedang musuh nomor satu revolusi ialah imperialisme AS yang juga merupakan musuh Rakyat-rakyat sedunia; tentang tugas- revolusi, yaitu melawan dengan gigih dan menumbangkan kekuasaan imperialisme dan feodalisme untuk mendirikan kekuasaan Rakyat; tentang kekuatan revolusi; yaitu semua golongan Rakyat yang dirugikan imperialisme dan feodalisme, yaitu kelas buruh, kaum tani, borjuasi kecil dan borjuasi Nasional; tentang kekuatan pendorong revolusi, yaitu kelas buruh, kaum tani dan borjuasi kecil yang konsekuen melawan imperialisme dan feodalisme; tentang sifat revolusi, yaitu revolusi nasional dan demokratis, sebagai tahap pertama revolusi Indonesia; dan tentang perspektif revolusi Indonesia, yaitu Sosialisme, sebagai realisasi tahap kedua revolusi Indonesia.

Mengenal soal-soal pokok revolusi Indonesia dengan sederhana dapat dirumuskan: 1, 1, 2, 3, 4, atau do, do, re, mi, fa, yaitu:,1 yang pertama = satu kekuatan pelopor, yaitu kelas buruh; 1 yang kedua = satu kekuatan pokok revolusi, yaitu kaum tani, 2 = dua kekuatan yang menjadi basis front persatuan nasional, yaitu kelas buruh dan kaum tani, 3 = tiga kekuatan pendorong revolusi, yaitu kelas buruh, kaum tani dan borjuasi kecil; 4 = empat kekuatan revolusioner front nasional, yaitu kelas buruh, kaum tani, borjuasi kecil dan borjuasi nasional.

2) TENTANG MANIPOL DAN PROGRAM PKI

Manifesto Politik RI atau Manipol, yaitu Pidato Presiden Sukarno pada tgl. 17 Agustus 1959, dengan perinciannya oleh DPA beserta pedoman-pedoman pelaksanaannya, seperti pidato-pidato Jarek, Resopin Takem, Dekon, dll., telah disahkan sebagai Garis Besar Haluan Negara RI oleh Sidang pertama MPRS.

Manipol haruslah diartikan keseluruhannya, yang jika diringkas tercakup dalam “9 Wejangan Bung Karno mengenai: 1) Revolusi; 2) Pancasila dan Progresisme; 3) Kepribadian Indonesia yang berpusat kepada gotong royong, musyawarah dan mufakat; 4) Persatuan nasional revolusioner; 5) Memberantas Komunisto-phobi; 6) Mutlak perlunya poros Nasakom; 7) Jahatnya liberalisme; 8) Perlunya satu pimpinan nasional; dan 9) Sosialisme. Sembilan wejangan ini adalah perasan daripada semua bahan pokok indoktrinasi dan harus menjadi milik bersama Rakyat Indonesia termasuk milik Angkatan Bersenjata.

Di samping program pemerintah dan program angkatan bersenjata, Manipol juga program partai-partai, ormas-ormas dan perseorangan, pendeknya program dari front nasional. Tiap partai dan ormas mempunyai programnya sendiri, tapi semua harus melaksanakan program bersama, Manipol.

Selanjutnya Manipol juga menegaskan sifat dan program revolusioner Indonesia, yang terdiri dari 2 tahap yaitu “pertama” tahap mencapai Indonesia yang merdeka penuh, bersih dari imperialisme dan sisa-sisa feodalisme. Tahap ini masih harus diselesaikan dan disempurnakan, kedua, tahap mencapai Indonesia bersosialisme Indonesia, bersih dari kapitalisme dan dari exploitation de l'homme par l'homme. Tahap ini hanya bisa dilaksanakan dengan sempurna setelah tahap pertama sudah diselesaikan seluruhnya". (“Jarek", dalam Tubapi halaman 171-172) .

Dari uraian tsb. jelaslah bahwa Manipol yang lahir pada tahun 1959, 5 tahun y.l., lahir dari kancah perjuangan Rakyat Indonesia melawan imperialisme dan feodalisme. Program PKI yang telah disahkan oleh Kongres Nasional ke-V tahun 1954, sepuluh tahun -yang lalu, dan disempurnakan dalam Kongres Nasional ke-VI dan ke-VII adalah program yang konsekuen anti-imperialis dan anti feodal. Karena itu ada hubungan yang sangat antara Manipol dengan program PKI. Pangkal persamaan ialah mengenai strategi umum revolusi Indonesia. Baik program PKI ataupun Manipol mengakui adanya 2 tingkat atau 2 tahap revolusi Indonesia, tahap revolusi nasional-demokratis dan tahap revolusi sosialis.

Maka itu kaum Komunis Indonesia mengatakan bahwa melaksanakan Manipol secara konsekuen adalah sama halnya dengan melaksanakan program PKI, kaum Komunis Indonesia harus senantiasa konsekuen menjadi teladan dalam melaksanakan Manipol. Hanya kaum Manipolis-munafik dan kaum reaksioner yang berusaha menghambat dan menyabot Manipol. Tidak bisa dibantah, bahwa semakin baik pelaksanaan program PKI, semakin lancar pelaksanaan Manipol, dan semakin konsekuen Manipol dilaksanakan, semakin lancar pelaksanaan program PKI.

Tetapi antara program PKI dengan Manipol juga ada perbedaannya. Manipol adalah program bersama dari Rakyat untuk penyelesaian revolusi Indonesia, program Front Nasional, sedangkan program PKI, adalah program kelas buruh untuk penyelesaian revolusi Indonesia pada tingkat sekarang. Perbedaan terpenting ialah dalam hal pimpinan revolusi. Program PKI menunjukkan dengan tegas bahwa pimpinan revolusi harus berada di tangan kelas buruh bila ingin mencapai tujuannya. Tentu tidak dapat diharapkan adanya perumusan demikian dalam Manipol. Tentang ini kaum Komunis dapat memahami sepenuhnya.

Tetapi. walaupun demikian, dalam Manipol dinyatakan perlunya ada satu pimpinan nasional yang berjiwa Manipol, dan bahwa kaum buruh dan kaum tani adalah sokoguru revolusi. Ada orang yang menuduh, seolah-olah PKI tidak mengakui adanya satu pimpinan nasional dengan mengajukan “ pimpinan kelas buruh “. PKI sebagai partai kelas buruh tentu mengajukan “pimpinan kelas buruh” yaitu pimpinan ideologi kelas buruh, ideologi revolusioner anti penghisapan atas manusia oleh manusia. Sedangkan yang diartikan pimpinan nasional ialah pimpinan yang berjiwa Manipol. Karena pelaksanaan Manipol secara konsekuen adalah sama halnya dengan pelaksanaan program PKI, maka pengajuan masalah pimpinan kelas buruh tidaklah bertentangan dengan penerimaan PKI terhadap perlunya ada satu pimpinan nasional dan pimpinan Bung Karno yang Manipolis.           Demikianlah keterangannya, mengapa kaum Komunis Indonesia dalam melaksanakan program Manipol harus berdiri di barisan depan dan sungguh-sungguh bertekad untuk menjadi teladan.

3) TENTANG PKI DAN PROGRAM KABINET KERJA

Menjelaskan tema ini sekaligus berarti secara singkat mengutarakan taktik-taktik PKI sekarang, baik dalam menghadapi politik dalam negeri maupun politik luar negeri Pemerintah RI.

Dalam Sidang Pleno II CC PKI akhir tahun yang lalu sikap PKI sudah dikemukakan seterang-terangnya menyokong tri-program kabinet kerja gaya baru: a) Sandang pangan; b) pengganyangan “Malaysia-, dan c) meneruskan pembangunan.

a. PKI sudah lama berpendirian bahwa untuk memecahkan masalah sandang pangan, kita harus juga berdiri di atas kaki sendiri, dengan pertama-tama melaksanakan land reform yang radikal, yaitu menjalankan program agraria PKI, yaitu penyitaan tanah tuan tanah, pembagian tanah sitaan dengan Cuma-cuma kepada kaum tani penggarap dan anggota keluarganya seorang-seorang sebagai milik perseorangan. Dengan demikian tenaga produktif di desa bisa dibebaskan, dan produksi bisa ditingkatkan. Tapi program agraria PKI sekarang belum bisa diterima oleh borjuasi nasional. Karena itu dilahirkanlah UUPBH (Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil) dan UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) yaitu undang-undang yang membatasi milik tanah tuan tanah. Tapi pelaksanaan kedua Undang-undang sangat lambat dan macet. Pihak resmi menyatakan bahwa berdasarkan UUPA sebanyak 1 juta ha harus dibagikan. Tapi yang terdaftar baru kira-kira seperlima, dan dari yang seperlima baru 9% yang dibagikan, dan dari yang 9% ini lebih dari separoh jatuh ke tangan yang tak berhak. Demikian pula keadaannya dengan pelaksanaan UUPBH. Maka itu adalah adil apabila kaum tani melaksanakan gerakan aksi sepihak yaitu melaksanakan UUPBH dan UUPA tanpa menunggu-nunggu kesediaan tuan tanah yang terus-menerus menyabot pelaksanaan kedua undang-undang tsb. PKI berpendirian bahwa pelaksanaan UUPBH dan UUPA secara konsekuen adalah tindakan revolusioner yang menguntungkan pemerintah, tidak hanya dapat mempercepat pelaksanaan undang-undang yang semestinya di Jawa sudah selesai dalam tahun 1963, tapi juga memberi dasar kepada pemerintah untuk dapat menyukseskan program sandang pangan Kabinet Kerja.

Dalam pada itu PKI menyokong tuntutan kaum tani sbb. : 1) Panitia Land-reform supaya berporoskan Nasakom, 2) Rituling Personalia Jawatan Agraria; 3) Pengadilan Land-reform supaya dibentuk dengan ikut sertanya kaum tani.

b. Dalam melaksanakan program pengganyangan “Malaysia”, PKI berpegang teguh pada pendirian bahwa mengganyang MMalaysia" adalah “a matter of principle" dan bahwa konfrontasi total dengan “Malaysia" meneguhkan kedaulatan RI menghancurkan intervensi neo-kolonialisme Inggris yang disokong oleh imperialisme AS.

PKI menentang pendirian reformis dalam menghadapi, ”Malaysia", yang buru-buru bersikap sedia mengakui apa yang dinamakan “Malaysia". Mereka berdalih seolah-olah kalau terus berkonfrontasi dengan “Malaysia.” Indonesia akan ambruk karena kesulitan- kesulitan ekonomi dalam negeri.

PKI juga menentang pendirian avonturis dalam menghadapi “Malaysia", yaitu pendirian kaum Bonapartis yang mau buru-buru menyerbu daerah Kalimantan Utara untuk mengobarkan peperangan di daerah ini dan siap-siap keluar sebagai pemenang dan pembebas Kalimantan Utara. Perjuangan kemerdekaan Rakyat Kalimantan Utara tidak tergantung terutama pada bantuan Indonesia, tapi terutama tergantung pada Rakyat Kalimantan Utara sendiri.

PKI berpendirian bahwa perjuangan mengganyang “Malaysia” harus dilaksanakan terus secara revolusioner dan dengan penuh keyakinan bahwa Indonesia tidak akan ambruk karena kesulitan ekonomi, tapi Indonesia akan keluar dari konfrontasi dengan kemenangan, jika kita :

1. terus mengkonsolidasi front anti “Malaysia" di dalam negeri dengan jalan secara konsekuen melakukan perjuangan anti-imperialis dan anti feodal, melaksanakan land reform, meneruskan pengambil alihan perusahaan-perusahaan Inggris, memperkuat ekonomi negeri, melawan neo-kolonialisme di semua bidang ekonomi dan melaksanakan kegotong-royongan nasional berporoskan Nasakom di segala bidang.

2. terus memperkuat front anti “Malaysia” di daerah Malaya, Singapura dan Kalimantan Utara, mengakui Pemerintah NKKU di bawah pimpinan Perdana- Menteri Azahari dan membantu perjuangan sukarelawan-sukarelwan melawan kekuasaan neo kolonialisme “Malaysia”

3. terus menggalang front internasional anti “Malaysia” dengan menarik kekuatan-kekuatan NEFO Iainnya mengganyang “Malaysia", dengan terus meningkatkan solidaritas internasional membantu Rakyat Kalimantan Utara dan memboikot “Malaysia". Hal ini bisa dikembangkan antara lain dengan melaksanakan Konferensi Bandung II.

Dan uraian di atas jelaslah bahwa perjuangan mengganyang “Malaysia" tidak dipisahkan dari pelaksanaan program sandang pangan dan program pembangunan

PKI menyambut hangat seruan Presiden Sukarno kemarin (16-111-64) untuk mengadakan gerakan sukarelawan guna mengganyang lebih hebat “Malaysia". Dalam ceramah saja di hadapan Universitas Indonesia semalam, saya juga telah menyerukan agar pemuda-pemuda dan mahasiswa-mahasiswa berduyun duyun mendaftarkan diri sebagai sukarelawan

c) Dalam menghadapi program meneruskan pembangunan, PKI berpendapat bahwa kuncinya terletak juga pada pelaksanaan land reform, pada pembebasan tenaga produktif di desa-desa, sehingga dapat menyukseskan tidak hanya dalam pelaksanaan program sandang pangan, tapi juga dalam pembangunan. Dalam hubungan dengan ini juga penting masalah penetapan titik berat pembangunan, yaitu mengutamakan pembangunan di bidang yang vital, yang langsung dapat memberi sumbangan pada pengembangan sektor pertanian dan perkebunan, pendeknya pada pelaksanaan Dekon secara konsekuen. Menaikkan produksi adalah keharusan, dan ini hanya mungkin jika “secara prinsip mengembangkan tenaga produktif daripada buruh dan tani" (Gesuri).

Syarat utama untuk melaksanakan pembangunan ialah mengakhiri penyelewengan 26 Mei 1963 menggantinya dengan peraturan-peraturan ekonomi yang sesuai dengan Dekon, sesuai dengan tugas revolusi nasional dan demokratis sekarang ini. Hanyalah dengan teguh-teguh berdiri di atas kaki sendiri, maka barulah Indonesia dapat setapak demi setapak menggerogoti ekonomi kolonial yang masalah bercokol di Indonesia, dan melepaskan diri dari berbagai bentuk neo-kolonialisme di bidang ekonomi.

Tindakan ini dapat ini dilaksanakan dengan sukses apabila dengan segera dilakukan keputusan-keputusan PB Front Nasional 5 September 1963 mengenai perubahan -peraturan ekonomi, 26 Mei 1963, rituling aparatur negara, terutama sekali membentuk Kabinet Gotong royong berporoskan Nasakom.

Kabinet Gotong royong berporoskan Nasakom bukan suatu wasiat, akan tetapi pasti lebih baik daripada yang tidak gotong royong dan tidak Nasakom, sekurang-kurangnya is membuka kemungkinan-kemungkinan yang lebih baik bagi penyelesaian masalah-masalah dalam negeri maupun internasional.

4) TENTANG PKI DAN ANGKATAN BERSENJATA RI KHUSUSNYA AURI

Seperti sudah saya sebut pada permulaan ceramah ini, antara PKI dan Angkatan Bersenjata sudah terdapat tradisi persatuan yang lama, dan yang senantiasa terus dipelihara, dipupuk dan di kembangkan.

Memang masih ada juga sementara orang yang merupakan kekuatan gelap, yang masih hidup dalam alam pikiran bahwa PKI dengan alat-alat negara khususnya Angkatan Bersenjata, harus bentrokan. Jika menggunakan kata-kata Presiden Sukarno, mereka sebenarnya orang-orang yang otak dan hatinya telah berdaki-berkarat tak dapat menyesuaikan dengan Manipol-Usdek-(Tubapi, hal. 211). Tidak bisa disangkal, bahwa adanya orang-orang revoIusioner dalam Angkatan Bersenjata, baik AURI maupun Angkatan-angkatan lain adalah sangat membantu PKI, dalam mengubah pandangan Rakyat terhadap Angkatan Bersenjata, dan juga untuk mengubah pandangan Angkatan Bersenjata terhadap gerakan revolusioner, termasuk PKI.

Untuk memahami watak Angkatan Bersenjata RI adalah sangat penting menyadari, bahwa kekuasaan politik Indonesia atau kekuasaan RI mempunyai 2 aspek, yaitu aspek pro-Rakyat yang mewakili kepentingan-kepentingan Rakyat dan aspek anti Rakyat yang mewakili kepentingan-kepentingan musuh-musuh Rakyat.

Kenyataan-kenyataan menunjukkan bahwa dalam kekuasaan negara RI tidak hanya ada kaum komprador, kaum kapitalis birokrat, kaum tuan tanah, tapi juga ada orang-orang yang pro-Rakyat, yang disokong kaum buruh, kaum tani, inteligensia revolusioner dan elemen-elemen demokratis lainnya.

Aspek pro-Rakyat telah menempati kedudukan memimpin dalam kontradiksi itu pada waktu sekarang. Hal ini dibuktikan oleh semakin banyaknya politik revolusioner yang disahkan oleh kekuasaan negara RI seperti Manipol, Dekon, Ganyang Malaysia, Nefo kontra Oldefo, UUPA, UUPBH, dsb. Aspek anti-Rakyat sudah merupakan aspek yang tidak pokok, tapi aspek ini masih menempati kedudukan berdominasi dan masih banyak mencelakakan Rakyat. Hal ini dibuktikan oleh kenyataan masih adanya politik yang reaksioner yang dijalankan atas nama negara, seperti misalnya “Sob tanpa Sob", Peraturan-peraturan “26 Mei 1963" atau penggantinya yang sama jeleknya, instruksi pelarangan ambil alih perusahaan-perusahaan Inggris, macam-macam perundang-undangan yang melindungi kepentingan-kepentingan imperialis dan tuan tanah, dsb. Maka itu pula sering kita semua mendengar seruan Bung Karno sebagai Presiden/Panglima Tertinggi supaya Rakyat membantu beliau mengganyang dan meritul mereka yang anti-Nasakom, yaitu elemen-elemen anti-Rakyat yang masih berperanan dalam kekuasaan politik sehingga merupakan perintang besar bagi pembentukan Kabinet Gotong royong berporoskan Nasakom.

Tanpa memahami adanya dua aspek dari kekuasaan politik di negeri kita sulitlah untuk benar-benar memahami berbagai peristiwa di Indonesia dewasa ini, sehingga mudah terjerumus pada hanya menilai kulit belaka dan tidak menilai isi hakekat peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, termasuk AURI, sebagai alat negara yang dilahirkan oleh revolusi Agustus 1945 mempunyai ciri-ciri seperti yang pernah saya sebutkan dalam ceramah SESKOAD, sbb. : 1) anti-fasis, demokratis, anti-imperialis dan bercita-cita Sosialisme Indonesia, alat untuk mengabdi pada penyelesaian Revolusi Indonesia; 2) alat untuk mengabdi pada perjuangan besar NEFO kontra OLDEFO ; 3) alat pembela keutuhan wilayah dan kesatuan nasion Indonesia .

Mengingat akan kekhususan kedudukan geografis Indonesia, AURI merupakan potensi yang sangat penting untuk bersama Rakyat secara sedar mendorong dan memperkuat aspek pro-Rakyat daripada kekuasaan politik sekarang dan mengganyang aspek anti-Rakyat, mengganyang mereka yang Nasakom-phobi,yang Komunisto-phobi, dan yang membela kepeningan imperialis dan tuan tanah. Dalam perjuangan ini AURI telah memainkan peranan penting dan saya yakin, bahwa harapan Rakyat tidak akan sia-sia, yaitu agar AURI tetap setia pada Rakyat dan Revolusi Indonesia

5) TENTANG PKI DAN TUGAS-TUGAS INTERNASIONAL REVOLUSI INDONESIA

Revolusi Indonesia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari revolusi dunia, yaitu revolusi sosialis dunia. Tiga kerangka Manipol yang menjadi program pemerintah dan Rakyat Indonesia menunjukkan hubungan antara revolusi Indonesia dengan gerakan revolusioner Rakyat-rakyat semua negeri untuk membentuk satu dunia Baru yang bersih dari imperialisme dan kolonialisme

Tugas internasional Revolusi Indonesia sekarang pada hakekatnya ialah memperkuat front internasional anti-imperialis, yaitu KBST (kekuatan baru yang sedang tumbuh) untuk melawan KLMB (kekuatan lama yang masih bercokol). Gerakan revolusioner Rakyat Indonesia dapat menunaikan tugas ini, apabila ia mengintegrasikan diri dengan revolusi-revolusi Rakyat-rakyat semua negeri, yang anti-imperialis, anti-kolonial dan anti-neokolonial. Tidak bisa disangkal bahwa pengintegrasian revolusi Indonesia dengan revolusi dunia sangat tergantung pada sikap PKI terhadap gerakan revolusioner sedunia dan khususnya terhadap GKI (Gerakan Komunis Internasional).

Di dunia dewasa ini terdapat kontradiksi-kontradiski dasar sbb.: 1) antara kubu sosialis dengan kubu imperialis, 2) antara kelas proletar dengan kelas borjuis di negeri-negeri kapitalis, 3) antara nasion-nasion tertindas dengan imperialisme, 4) antara imperialisme dengan imperialisme. Kontradiksi dasar itu menciri dunia dewasa. Di antara kontradiksi-kontradiksi tersebut dua merupakan kontradiksi pokok, yaitu kontradiksi-kontradiksi yang dewasa ini mempunyai peranan memimpin kontradiksi lainnya, adalah 1) dan 3). Tetapi pada dewasa ini, di antara kontradiksi-kontradiksi itu yang merupakan kontradiksi terpokok, kontradiksi yang tidak hanya memimpin kontradiksi-kontradiksi lainnya tapi juga menuntut penyelesaiannya yang segera, yaitu: Kontradiksi antara nasion-nasion tertindas dengan imperialisme. Negeri-negeri Asia, Afrika dan Amerika Latin membuktikan dengan tegas bahwa kontradiksi antara nasion-nasion tertindas dengan imperialisme yang dikepalai oleh imperialis AS, terus menghebat. Di benua-benua itulah kaum imperialis mendapat pukulan-pukulan yang semakin keras dan di situlah pula terdapat situasi revolusioner yang terus menanjak dan mematang.

Asia Tenggara merupakan salah satu titik pusat di daerah kontradiksi terpokok. Situasi revolusioner di Asia Tenggara juga terus menanjak dan mematang dan perjuangan melawan imperialisme, dengan menggunakan berbagai macam bentuk termasuk perjuangan bersenjata, tidak pernah berhenti di Asia Tenggara, Misalnya sekarang perjuangan Rakyat Indonesia mengganyang”Malaysia", telah memberi sumbangan pula dalam perjuangan anti-imperialisme di Asia Tenggara sebagaimana halnya perjuangan Rakyat Vietnam Selatan melawan imperialisme AS

Dalam perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme dan neo-kolonialisme itu tidak bisa kita bersikap acuh tak acuh terhadap revisionisme modern, yang merupakan racun untuk melumpuhkan perjuangan revolusioner anti-imperialis. Pengalaman-Pengalaman kaum revisionis modern Yugoslavia misalnya, cukup dikenal umum di Indonesia. Dalam kasak-kusuknya mereka menyebar-nyebarkan pandangan humanisme universal di kalangan tokoh-tokoh Indonesia terutama di kalangan inteligensia dan seniman, untuk mengendorkan semangat perjuangan revolusioner. Kaum revisionis Yugoslavia malahan sampai campur tangan dalam urusan dalam negeri Republik Indonesia, menentang gagasan NASAKOM dengan menuntut supaya Pemerintah RI mengambil tindakan terhadap PKI yang dengan gigih menelanjangi revisionisme modern.

Revisionisme modern pada hakekatnya adalah perwujudan ideologi borjuis yang tumbuh dalam gerakan kelas buruh internasional dewasa ini, yang mengkhianati perjuangan revolusioner kelas buruh dan meninggalkan ajaran revolusioner Marxisme-Leninisme. Pada hakekatnya revisionisme modern ingin merevisi tekad revolusioner Rakyat, ingin merevisi jalan revolusioner dan menggantikannya dengan jalan evolusioner, reformisme den bahkan kontra-revolusioner.

Maka itu perjuangan melawan revisionisme modern bukanlah soal kaum Komunis Indonesia semata-mata, tetapi soal semua orang revolusioner. Dan perjuangan melawan revisionisme juga bukan hanya soal kaum Komunis sedunia saja, tetapi juga soal seluruh kekuatan baru yang sedang tumbuh, yang melawan imperialisme .

Menurut pengalaman Rakyat Indonesia, seperti halnya dalam GANEFO y.l., jika kaum revisionis itu dilawan dengan keras mereka pasti mundur dan perjuangan anti-imperialis bisa kokoh. Tapi jika tidak dilawan, perjuangan anti-imperialisme menjadi tidak berdaya dan kaum imperialis menjadi makin ganas. Hal ini juga dibuktikan oleh per juangan Rakyat negeri lain yang anti-imperialis dalam menghadapi kasak-kusuk kaum revisionis modern.

Mengenai perbedaan-perbedaan pendapat dalam Gerakan Komunis Internasional (GKI), seperti yang sudah diketahui umum, PKI berpendirian untuk tetap mempertahankan azas kebebasan dan hak sama. Sikap ini bukan sikap fatal, tapi sikap yang menjunjung tinggi Marxisme-Leninisme dan melawan revisionisme, baik yang klasik maupun yang modern. PKI juga menentang dogmatisme baik yang klasik maupun yang modern. Sikap yang mempertahankan azas kebebasan dan hak sama sering dituduh oleh kaum revisionis sebagai sovinis, yang terang tidak beralasan. Sebaliknya kaum reaksioner dalam negeri justru mendesak-desak supaya kami melepaskan azas kebebasan dan hak sama, maksudnya supaya kami mengekor kaum revisionis dan berjalan seiring dengan kaum imperialis.

Kaum Komunis Indonesia suka difitnah sebagai “agen Moskow", ”agen Peking", dan juga "agen Moskow dan Peking", dsb. Semuanya ini adalah lagu lama dan sudah mulai dibungkam oleh fakta-fakta dan bukti-bukti nyata dalam usaha-usaha PKI yang berhasil meng-Indonesia-kan Marxisme-Leninisme, mengabdi diri lebih banyak kepada revolusi Indonesia dan kepada internasionalisme proletar. Keadaan ini pula yang membikin PKI tetap segar dalam perjuangan untuk seleksi, kristalisasi dan konsolidasi dalam Gerakan Komunis Internasional.

Dari seluruh uraian di atas jelaslah, bahwa perjuangan melawan imperialisme dan feodalisme serta revisionisme modern bukanlah semata-mata tugas kaum Komunis Indonesia, tapi tugas setiap patriot Indonesia. Perjuangan ini merupakan bagian-bagian terpenting daripada ,perjuangan Rakyat Indonesia untuk membikin Indonesia benar-benar berdaulat dalam politik, berdiri di atas kaki sendiri dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.